A. Dunia
Islam pada Abad Pertengahan
1. Kerajaan
Ottoman (Turki)
Kesultanan
Utsmaniyah (1299–1923), atau dikenal juga dengan sebutan Kekaisaran Turki
Ottoman, adalah negara multi-etnis dan multi-religius. Negara ini diteruskan
oleh Republik Turki yang diproklamirkan pada 29 Oktober 1923.
Negara ini didirikan oleh Bani
Utsman (dalam bahasa Inggris: House of Osman atau Ottoman dynasty), yang selama
lebih dari enam abad kekuasaannya (1299 - 1923) dipimpin oleh 36 orang sultan,
sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil.
Kesultanan ini menjadi pusat
interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya,
Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi. Dengan Konstantinopel
(sekarang Istambul) sebagai ibukotanya, kesultanan ini dianggap sebagai penerus
dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi dan Bizantium.
Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan
utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat.
Kekuatan Kesultanan Usmaniyah terkikis
secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sampai akhirnya benar-benar runtuh pada
abad 20. Setelah Perang Dunia I berakhir, pemerintahan Utsmaniyah yang menerima
kekalahan dalam perang tersebut, mengalami kemunduran di bidang ekonomi.
Kebangkitan Kesultanan (1299-1453)
Pada pertengahan abad ke-13,
Kekaisaran Bizantium yang melemah telah kehilangan beberapa kekuasaanya oleh
beberapa kabilah. Salah satu kabilah ini berada daerah di Eskişehir, bagian
barat Anatolia, yang dipimpin oleh Osman I, anak dari Ertuğrul, yang kemudian
mendirikan Kesultanan Utsmaniyah. Menurut cerita tradisi, ketika Ertuğrul
bermigrasi ke Asia Minor beserta dengan empat ratus pasukan kuda, beliau
berpartisipasi dalam perang antara dua kubu pihak (Kekaisaran Romawi dan
Kesultanan Seljuk). Ertuğrul bersekutu dengan pihak Kesultanan Seljuk yang
kalah pada saat itu dan kemudian membalikkan keadaaan memenangkan perang. Atas
jasa beliau, Sultan Seljuk menghadiahi sebuah wilayah di Eskişehir.[1]
Sepeninggal Ertuğrul pada tahun 1281, Osman I menjadi pemimpin dan tahun 1299
mendirikan Kesultanan Utsmaniyah.
Osman I kemudian memperluas
wilayahnya sampai ke batas wilayah Kekaisaran Bizantium. Ia memindahkan ibukota
kesultanan ke Bursa, dan memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan awal
politik kesultanan tersebut. Diberi nama dengan nama panggilan "kara"
(Bahasa Turki untuk hitam) atas keberaniannya, Osman I disukai sebagai pemimpin
yang kuat dan dinamik bahkan lama setelah beliau meninggal dunia, sebagai
buktinya terdapat istilah di Bahasa Turki "Semoga dia sebaik Osman".
Reputasi beliau menjadi lebih harum juga disebabkan oleh adanya cerita lama
dari abad pertengahan Turki yang dikenal dengan nama Mimpi Osman, sebuah mitos
yang mana Osman diinspirasikan untuk menaklukkan berbagai wilayah yang menjadi
wilayah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada periode ini terlihat
terbentuknya pemerintahan formal Utsmaniyah, yang bentuk institusi tersebut
tidak berubah selama empat abad. Pemerintahan Utsmaniyah mengembangkan suatu
sistem yang dikenal dengan nama Millet (berasal dari Bahasa Arab millah ملة),
yang mana kelompok agama dan suku minoritas dapat mengurus masalah mereka
sendiri tanpa intervensi dan kontrol yang banyak dari pemerintah pusat.
Setelah Osman I meninggal, kekuasaan
Kesultanan Utsmaniyah kemudian merambah sampai ke bagian Timur Mediterania dan
Balkan. Setelah kekalahan di Pertempuran Plocnik, kemenangan kesultanan
Utsmaniyah di Pertempuran Kosovo secara efektif mengakhiri kekuasaan Kerajaan
Serbia di wilayah tersebut dan memberikan jalan bagi Kesultanan Utsmaniyah
menyebarkan kekuasaannya ke Eropa. Kesultanan ini kemudian mengontrol hampir
seluruh wilayah kekuasaan Bizantium terdahulu. Wilayah Kekaisaran Bizantium di
Yunani luput dari kekuasaan kesultanan berkat serangan Timur Lenk ke Anatolia
tahun 1402, menjadikan Sultan Bayezid I sebagai tahanan.
Sepeninggal Timur Lenk, Mehmed II
melakukan perombakan struktur kesultanan dan militer, dan menunjukkan
keberhasilannya dengan menaklukkan Kota Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453
pada usia 21 tahun. Kota tersebut menjadi ibukota baru Kesultanan Utsmaniyah.
Sebelum Mehmed II terbunuh, pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Korsika,
Sardinia, dan Sisilia. Namun sepeninggalnya, rencana untuk menaklukkan Italia
dibatalkan.
Perkembangan Kerajaan (1453–1683)
Periode ini bisa dibagi menjadi dua
masa: Masa perluasan wilayah dan perkembangan ekonomi dan kebudayaan (sampai
tahun 1566); dan masa stagnasi militer dan politik Kesultanan Utsmaniyah
1299–1683.
Perluasan Wilayah dan Puncak Kekuasaan (1453–1566)
Pertempuran Zonchio pada tahun 1499
adalah perang laut pertama yang menggunakan meriam sebagai senjata di kapal
perang, menandakan kebangkitan angkatan laut Kesultanan Utsmaniyah
Penaklukkan Konstantinopel oleh
Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1453 mengukuhkan status kesultanan tersebut
sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Pada masa ini
Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode penaklukkan dan perluasan wilayah,
memperluas wilayahnya sampai ke Eropa dan Afrika Utara; di bidang kelautan,
angkatan laut Utsmaniyah mengukuhkan kesultanan sebagai kekuatan dagang yang
kuat. Perekonomian kesultanan juga mengalami kemajuan berkat kontrol wilayah
jalur perdagangan antara Eropa dan Asia.
Kesultanan ini memasuki zaman
kejayaannya di bawah beberapa sultan. Sultan Selim I (1512-1520) secara
dramatis memperluas batas wilayah kesultanan dengan mengalahkan Shah Dinasti
Safavid dari Persia, Ismail I, di Perang Chaldiran. Selim I juga memperluas
kekuasaan sampai ke Mesir dan menempatkan keberadaan kapal-kapal kesultanan di
Laut Merah.
Serangan ke Wina tahun 1529
Pewaris takhta Selim, Suleiman yang
Agung (1520-15660 melanjutkan ekspansi Selim. Setelah menaklukkan Beograd tahun
1521, Suleiman menaklukkan Kerajaan Hongaria dan beberapa wilayah di Eropa
Tengah. Ia kemudian melakukan serangan ke Kota Wina tahun 1529, namun gagal
menaklukkan kota tersebut setelah musim dingin yang lebih awal memaksa
pasukannya untuk mundur. Di sebelah timur, Kesultanan Utsmaniyah berhasil
menaklukkan Baghdad dari Persia tahun 1535, mendapatkan kontrol wilayah
Mesopotamia dan Teluk Persia.
Di bawah pemerintahan Selim dan
Suleiman, angkatan laut Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekuatan dominan,
mengontrol sebagian besar Laut Mediterania. Beberapa kemenangan besar lainnya
meliputi penaklukkan Tunis dan Aljazair dari Spanyol; Evakuasi umat Muslim dan
Yahudi dari Spanyol ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah sewaktu inkuisisi Spanyol;
dan penaklukkan Nice dari Kekaisaran Suci Romawi tahun 1543. Penaklukkan
terakhir terjadi atas nama Prancis sebagai pasukan gabungan dengan Raja Prancis
Francis I dan Hayreddin Barbarossa, admiral angkatan laut Turki saat itu.
Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah, bersatu berdasarkan kepentingan bersama atas
kekuasaan Habsburg di selatan dan tengah Eropa, menjadi sekutu yang kuat pada
masa periode ini. Selain kerjasama militer, kerjasama ekonomi juga terjadi
antar Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah. Sultan memberikan Prancis hak untuk
melakukan dagang dengan kesultanan tanpa dikenai pajak. Pada saat itu,
Kesultanan Utsmaniyah dianggap sebagai bagian dari politik Eropa, dan bersekutu
dengan Prancis, Inggris, dan Belanda melawan Habsburg Spanyol, Italia, dan
Habsburg Austria.
Pemberontakan dan Kebangkitan Kembali(1566–1683)
Sepeninggal Suleiman tahun 1566,
beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang. Kebangkitan
kerajaan-kerajaan Eropa di barat beserta dengan penemuan jalur alternatif Eropa
ke Asia melemahkan perekonomian Kesulatanan Utsmaniyah. Efektifitas militer dan
struktur birokrasi warisan berabad-abad juga menjadi kelemahan dibawah
pemerintahan Sultan yang lemah. Walaupun begitu, kesultanan ini tetap menjadi
kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian Pertempuran Wina tahun 1683 yang
menandakan berakhirnya usaha ekspansi Kesultanan Utsmaniyah ke Eropa.
Kerajaan-kerajaan Eropa berusaha
mengatasi kontrol monopoli jalur perdagangan ke Asia oleh Kesultanan Utmaniyah
dengan menemukan jalur alternatif. Secara ekonomi, pemasukan Spanyol dari benua
baru memberikan pengaruh pada devaluasi mata uang Kesultanan Utsmaniyah dan
mengakibatkan inflasi yang tinggi. Hal ini memberikan efek negatif terhadap
semua lapisan masyarakat Utsmaniyah.
Pertempuran Lepanto tahun 1571
Di Eropa Selatan, sebuah koalisi
antar kekuatan dagang Eropa di Semenanjung Italia berusaha untuk mengurangi
kekuatan Kesultanan Utsmaniyah di Laut Mediterania. Kemenangan koalisi tersebut
di Pertempuran Lepanto (sebetulnya Navpaktos,tapi semua orang menjadi salah
mengeja menjadi Lepanto) tahun 1571 mengakhiri supremasi kesultanan di
Mediterania. Pada akhir abad ke-16, masa keemasan yang ditandai dengan
penaklukan dan perluasan wilayah berakhir.
Serangan kedua Wina tahun 1683
Di medan perang, Kesultanan
Utsmaniyah secara perlahan-lahan tertinggal dengan teknologi militer orang
Eropa dimana inovasi yang sebelumnya menjadikan faktor kekuatan militer kesultanan
terhalang oleh konservatisme agama yang mulai berkembang. Perubahan taktik
militer di Eropa menjadikan pasukan Sipahi yang dulunya ditakuti menjadi tidak
relevan. Disiplin dan kesatuan pasukan menjadi permasalahan disebabkan oleh
kebijakan relaksasi rekrutmen dan peningkatan jumlah Yanisari yang melebihi
pasukan militer lainnya
Murad IV (1612-1640), yang
menaklukkan Yereva tahun 1635 dan Baghdad tahun 1639 dari kesultanan Safavid,
adalah satu-satunya Sultan yang menunjukkan kontrol militer dan politik yang
kuat di dalam kesultanan. Murad IV merupakan Sultan terakhir yang memimpin
pasukannya maju ke medan perang.
Pemberontakan Jelali (1519-1610) dan
Pemberontakan Yenisaris (1622) mengakibatkan ketidakpastian hukum dan
pemberontakan di Anatolia akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17, dan berhasil
menggulingkan beberapa pemerintahan. Namun, abad ke-17 bukan hanya masa
stagnasi dan kemunduran, tetapi juga merupakan masa kunci di mana kesultanan
Utsmaniyah dan strukturnya mulai beradaptasi terhadap tekanan baru dan realitas
yang baru, internal maupun eksternal.
Kesultanan Wanita (1530-1660) adalah
peridode di mana pengaruh politik dari Harem Kesultanan sangat besar, di mana
ibu dari Sultan yang muda mengambilalih kekuasaan atas nama puteranya. Hürrem
Sultan yang mengangkat dirinya sebagai pewaris Nurbanu, dideskripsikan oleh
perwakilan Wina Andrea Giritti sebagai wanita yang saleh, berani, dan
bijaksana. Masa ini berakhir sampai pada kekuasaan Sultan Kösem dan menantunya
Turhan Hatice, yang mana persaingan keduanya berakhir dengan terbunuhnya Kösem
tahun 1651. Berakhirnya periode ini digantikan oleh Era Köprülü (1656-1703),
yang mana kesultanan pada masa ini pertama kali dikontrol oleh beberapa anggota
kuat dari Harem dan kemudian oleh beberapa Perdana Menteri (Grand Vizier).
Keadaan Politik Menjelang Keruntuhan
Politik di sini dibagi jadi dua.
Pertama politik dalam negeri, yang maksudnya ialah penerapan hukum Islam di
wilayahnya; mengatur mu'amalat, menegakkan hudud dan sanksi hukum, menjaga
akhlak, mengurus urusan rakyat sesuai hukum Islam, menjamin pelaksanaan syi'ar
dan ibadah. Semua ini dilaksanakan dengan tatacara Islam.
Ada 2 faktor
yang membuat khilafah Turki Utsmani mundur:
Ñ
Pertama,
buruknya pemahaman Islam.
Ñ
Kedua,
salah menerapkan Islam.
Sebetulnya, kedua hal di atas bisa
diatasi saat kekholifahan dipegang orang kuat dan keimanannya tinggi, tapi
kesempatan ini tak dimanfaatkan dengan baik. Suleiman II-yang dijuluki
al-Qonun, karena jasanya mengadopsi UU sebagai sistem khilafah, yang saat itu
merupakan khilafah terkuat-malah menyusun UU menurut mazhab tertentu, yakni
mazhab Hanafi, dengan kitab Pertemuan Berbagai Lautan-nya yang ditulis
Ibrohimul Halabi (1549)sebagai pedoman dalam hal syariah dan muamalah sehingga
administrasi negara menjadi lebih mudah dan terstruktur rapi. Padahal khilafah
Islam bukan negara mazhab, jadi semua mazhab Islam memiliki tempat dalam 1
negara dan bukan hanya 1 mazhab.
Dengan tak dimanfaatkannya
kesempatan emas ini untuk perbaikan, 2 hal tadi tak diperbaiki. Contoh: dengan
diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan
kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU. Dampaknya, setelah
berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi khalifah malah orang lemah,
seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II (1617-1621), Murad IV (1622-1640),
Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV (1648-1687), Suleiman II (1687-1690),
Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I
(1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I
(1773-1788)[5]. Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan
Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826)[6], sehingga mereka
dibubarkan (1785). Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan
mazhab perlu penguasa berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini
memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni.
Ini yang membuat politik luar negeri
khilafah-dakwah dan jihad-berhenti sejak abad ke-17, sehingga Yennisari
membesar, lebih dari pasukan dan peawai pemerintah biasa, sementara pemasukan
negara merosot. Ini membuat khilafah terpuruk karena suap dan korupsi. Para
wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan
penumpuk harta. Ditambah dengan menurunnya pajak dari Timur Jauh yang melintasi
wilayah khilafah, setelah ditemukannya jalur utama yang aman, sehingga bisa
langsung ke Eropa. Ini membuat mata uang khilafah tertekan, sementara sumber
pendapatan negara seperti tambang, tak bisa menutupi kebutuhan uang yang terus
meningkat.
Paruh kedua abad ke-16, terjadilah
krisis moneter saat emas dan perak diusung ke negeri Laut Putih Tengah dari
Dunia Baru lewat kolonial Spanyol. Mata uang khilafah saat itu terpuruk; infasi
hebat. Mata uang Baroh diluncurkan khilafah tahun 1620 tetap gagal mengatasi
inflasi. Lalu keluarlah mata uang Qisry di abad ke-17[8]. Inilah yang membuat
pasukan Utsmaniah di Yaman memberontak pada paruh kedua abad ke-16. Akibat
adanya korupsi negara harus menanggung utang 300 juta lira.
Dengan tak dijalankannya politik
luar negeri yang Islami-dakwah dan jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban
ideologi Islam ke luar negeri hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini
terlihat saat Sultan Abdul Hamid I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh
al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya
atas Rusia (1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10
ulama dari seluruh mazhab membaca kitab itu tiap hari.
Sejak jatuhnya Konstantinopel di
abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad
16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia.
Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang
antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir
setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah
terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto
(1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan
Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah
Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian
Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah
harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah
tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).
Menghadapi kemerosotan itu, khilafah
telah melakukan reformasi (abad ke-17, dst). Namun lemahnya pemahaman Islam
membuat reformasi gagal. Sebab saat itu khilafah tak bisa membedakan IPTek
dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur baru dalam
negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah
terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu,
penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa
syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk Dewan Tanzimat (1839
M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya beberapa UU, seperti UU
Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan Konstitusi 1876 oleh
Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan kholifah.
Konspirasi Menghancurkan Khilafah
Gerakan
misionaris
Di dalam negara, ahlu
dzimmah-khususnya orang Kristen-yang mendapat hak istimewa zaman Suleiman II,
akhirnya menuntut persamaan hak dengan muslimin. Malahan hak istimewa ini
dimanfaatkan untuk melindungi provokator dan intel asing dengan jaminan
perjanjian antara khilafah dengan Bizantium (1521), Prancis (1535), dan Inggris
(1580). Dengan hak istimewa ini, jumlah orang Kristen dan Yahudi meningkat di
dalam negeri. Ini dimanfaatkan misionaris-yang mulai menjalankan gerakan sejak
abad ke-16. Malta dipilih sebagai pusat gerakannya. Dari sana mereka menyusup
ke Suriah(1620) dan tinggal di sana sampai 1773. Di tengah mundurnya
intelektualitas Dunia Islam, mereka mendirikan pusat kajian sebagai kedok
gerakannya. Pusat kajian ini kebanyakan milik Inggris, Prancis, dan Amerika
Serikat, yang digunakan Barat untuk mengemban kepemimpinan intelektualnya di
Dunia Islam, disertai serangan mereka terhadap pemikiran Islam. Serangan ini
sudah lama dipersiapkan orientalis Barat, yang mendirikan Pusat Kajian
Ketimuran sejak abad ke-14.
Gerakan misionaris dan orientalis
itu merupakan bagian tak terpisahkan dari imperialisme Barat di Dunia Islam.
Untuk menguasainya - meminjam istilah Imam al-Ghozali - Islam sebagai asas
harus hancur, dan khilafah Islam harus runtuh. Untuk meraih tujuan pertama,
serangan misionaris dan orientalis diarahkan untuk menyerang pemikiran Islam;
sedangkan untuk meraih tujuan kedua, mereka hembuskan nasionalisme dan memberi
stigma pada khilafah sebagai Orang Sakit. Agar kekuatan khilafah lumpuh,
sehingga agar bisa sekali pukul jatuh, maka dilakukanlah upaya intensif untuk
memisahkan Arab dengan lainnya dari khilafah. Dari sinilah, lahir gerakan
patriotisme dan nasionalisme di Dunia Islam. Malah, gerakan keagamaan tak luput
dari serangan, seperti Gerakan Wahabi di Hijaz.
Gerakan
nasionalisme dan separatisme
Nasionalisme dan separatisme telah
dipropagandakan negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Rusia. Itu
bertujuan untuk menghancurkan khilafah Islam. Keberhasilannya memakai sentimen
kebangsaan dan separatisme di Serbia, Hongaria, Bulgaria, dan Yunani
mendorongnya memakai cara sama di seluruh wilayah khilafah. Hanya saja, usaha
ini lebih difokuskan di Arab dan Turki. Sementara itu, KeduBes Inggris dan
Prancis di Istambul dan daerah-daerah basis khilafah-seperti Baghdad, Damsyik,
Beirut, Kairo, dan Jeddah-telah menjadi pengendalinya. Untuk menyukseskan
misinya, dibangunlah 2 markas. Pertama, Markas Beirut, yang bertugas memainkan
peranan jangka panjang, yakni mengubah putra-putri umat Islam menjadi kafir dan
mengubah sistem Islam jadi sistem kufur. Kedua, Markas Istambul, bertugas
memainkan peranan jangka pendek, yaitu memukul telak khilafah.
KeduBes negara Eropapun mulai aktif
menjalin hubungan dengan orang Arab. Di Kairo dibentuk Partai Desentralisasi
yang diketuai Rofiqul 'Adzim. Di Beirut, Komite Reformasi dan Forum harfiah
dibentuk. Inggris dan Prancis mulai menyusup ke tengah orang Arab yang
memperjuangkan nasionalisme. Pada 8 Juni 1913, para pemuda Arab berkongres di
Paris dan mengumumkan nasionalisme Arab. Dokumen yang ditemukan di Konsulat
Prancis Damsyik telah membongkar rencana pengkhianatan kepada khilafah yang
didukung Inggris dan Prancis.
Di Markas Istambul, negara-negara
Eropa tak hanya puas merusak putra-putri umat Islam di sekolah dan universitas
lewat propaganda. Mereka ingin memukul khilafah dari dekat secara telak.
Caranya ialah mengubah sistem pemerintahan dan hukum Islam dengan sistem
pemerintahan Barat dan hukum kufur. Kampanye mulai dilakukan Rasyid Pasha,
MenLu zaman Sultan Abdul Mejid II (1839). Tahun itu juga, Naskah
Terhormat(Kholkhonah)-yang dijiplak dari UU di Eropa-diperkenalkan. Tahun 1855,
negara-negara Eropa-khususnya Inggris-memaksa khilafah Utsmani mengamandemen
UUD, sehingga dikeluarkanlah Naskah Hemayun (11 Februari 1855). Midhat Pasha,
salah satu anggota Kebatinan Bebas diangkat jadi perdana menteri (1 September
1876). Ia membentuk panitia Ad Hoc menyusun UUD menurut Konstitusi Belgia.
Inilah yang dikenal dengan Konstitusi 1876. Namun, konstitusi ini ditolak
Sultan Abdul Hamid II dan Sublime Port-pun enggan melaksanakannya karena
dinilai bertentangan dengan syari'at. Midhat Pashapun dipecat dari kedudukan
perdana menteri. Turki Muda yang berpusat di Salonika-pusat komunitas Yahudi
Dunamah-memberontak (1908). Kholifah dipaksanya-yang menjalankan keputusan
Konferensi Berlin-mengumumkan UUD yang diumumkan Turki Muda di Salonika, lalu
dibukukanlah parlemen yang pertama dalam khilafah Turki Utsmani (17 November
1908). Bekerja sama dengan syaikhul Islam, Sultan Abdul Hamid II dipecat dari
jabatannya, dan dibuang ke Salonika. Sejak itu sistem pemerintahan Islam
berakhir.
Tampaknya Inggris belum puas menghancurkan
khilafah Turki Utsmani secara total. Perang Dunia I (1914) dimanfaatkan Inggris
menyerang Istambul dan menduduki Gallipoli. Dari sinilah kampanye Dardanella
yang terkenal itu mulai dilancarkan. Pendudukan Inggris di kawasan ini juga
dimanfaatkan untuk mendongkrak popularitas Mustafa Kemal Pasha-yang sengaja
dimunculkan sebagai pahlawan pada Perang Ana Forta (1915). Ia-agen Inggris,
keturunan Yahudi Dunamah dari Salonika-melakukan agenda Inggris, yakni
melakukan revolusi kufur untuk menghancurkan khilafah Islam. Ia
menyelenggarakan Kongres Nasional di Sivas dan menelurkan Deklarasi Sivas (1919
M), yang mencetuskan Turki merdeka dan negeri Islam lainnya dari penjajah,
sekaligus melepaskannya dari wilayah Turki Utsmani. Irak, Suriah, Palestina,
Mesir, dll mendeklarasikan konsensus kebangsaan sehingga merdeka. Saat itu
sentimen kebangsaan tambah kental dengan lahirnya Pan-Turkisme dan Pan
Arabisme; masing-masing menuntut kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri
atas nama bangsanya, bukan atas nama umat Islam.
Runtuhnya Khilafah Turki Utsmani
Sejak tahun 1920, Mustafa Kemal
Pasha menjadikan Ankara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah menguasai
Istambul, Inggris menciptakan kevakuman politik, dengan menawan banyak pejabat
negara dan menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan kholifah dan
pemerintahannya mandeg. Instabilitas terjadi di dalam negeri, sementara opini
umum menyudutkan kholifah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini dimanfaatkan
Mustafa Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan Nasional - dan ia
menobatkan diri sebagai ketuanya - sehingga ada 2 pemerintahan; pemerintahan
khilafah di Istambul dan pemerintahan Dewan Perwakilan Nasional di Ankara.
Walau kedudukannya tambah kuat, Mustafa Kemal Pasha tetap tak berani membubarkan
khilafah. Dewan Perwakilan Nasional hanya mengusulkan konsep yang memisahkan
khilafah dengan pemerintahan. Namun, setelah perdebatan panjang di Dewan
Perwakilan Nasional, konsep ini ditolak. Pengusulnyapun mencari alasan
membubarkan Dewan Perwakilan Nasional dengan melibatkannya dalam berbagai kasus
pertumpahan darah. Setelah memuncaknya krisis, Dewan Perwakilan Nasional ini
diusulkan agar mengangkat Mustafa Kemal Pasha sebagai ketua parlemen, yang
diharap bisa menyelesaikan kondisi kritis ini.
Setelah resmi dipilih jadi ketua
parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan
republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29
November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki. Namun
ambisinya untuk membubarkan khilafah yang telah terkorupsi terintangi. Ia
dianggap murtad, dan rakyat mendukung Sultan Abdul Mejid II, serta berusaha
mengembalikan kekuasaannya. Ancaman ini tak menyurutkan langkah Mustafa Kemal
Pasha. Malahan, ia menyerang balik dengan taktik politik dan pemikirannya yang
menyebut bahwa penentang sistem republik ialah pengkhianat bangsa dan ia
melakukan teror untuk mempertahankan sistem pemerintahannya. Kholifah
digambarkan sebagai sekutu asing yang harus dienyahkan.
Setelah suasana negara kondusif,
Mustafa Kemal Pasha mengadakan sidang Dewan Perwakilan Nasional. Tepat 3 Maret
1924 M, ia memecat kholifah, membubarkan sistem khilafah, dan menghapuskan
sistem Islam dari negara. Hal ini dianggap sebagai titik klimaks revolusi
Mustafa Kemal Pasha.
2. Kerajaan Mughal (India)
Kemaharajan
Mughal adalah sebuah kerajaan yang pada masa jayanya memerintah Afganistan,
Balochistan, dan kebanyakan anak benua India antara 1526 dan 1857. Kerajaan ini
didirikan oleh pemimpin Mongol, Barbur, pada 1526, ketika dia mengalahkan
Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir pada Pertempuran pertama Panipat. Kata
mughal adalah versi Indo-Aryan dari Mongol. Agama rakyat Mughal adalah Islam.
Kerajaan ini
sebagian besar ditaklukkan oleh Sher Shah pada masa Humayun, namun di bawah
Akbar, kerajaan ini tumbuh pesat, dan terus berkembang sampai akhir
pemerintahan Aurangzeb. Jahangir, anak Akbar, memerintah kerajaan ini antara
1605-1627. Pada Oktober 1627 Shah Jahan, anak dari Jahangir mewariskan tahta dan
kerajaan yang luas dan kaya di India. Pada abad tersebut, ini mungkin merupakan
kerajaan terbesar di dunia. Kaisar Mughal Shah Jahan, memerintahkan pembangunan
Taj Mahal antara 1630-1653 di Agra, India.
Setelah kematian
Aurangzeb pada 1707, kerajaan ini mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap
berkuasa selama 150 tahun berikutnya. Pada 1739 dia dikalahkan oleh pasukan
dari Persia dipimpin oleh Nadir Shah. Pada 1756 pasukan Ahmad Shah merampok
Delhi lagi. Kerajaan Britania akhirnya membubarkannya pada 1857 bersama
Kekaisaran Humayunis.
Kerajaan Mughal
mencapai jaman keemasan semasa Raja Akbar, persoalan-persoalan dalam negeri
dapat diatasi dengan baik dan mengadakan ekspansi sehingga dapat menguasai
Chudar, Ghond, Chitor, Ranthabar, kalinjar, Gujarat, surat, Bihar, Bengal
Orissa, Kashmir, Gawilgarth, Ahmadnagar, Narhala dan Ashirgah. Semua yang
dikuasai kerajaan tersebut diperintah dalam suatu pemerintah militeristik.
Kemajuan –
kemajuan kerajaan mughal diantaranya:
Di bidang
Ekonomi, mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan.
Masalah sumber keuangan Negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian
Di bidang seni
dan budaya misalnya karya sastra gubahan penyair istana, penyair yang terkenal
yaitu Malik Muhammad Jayazi dengan karyanya padmavat (karya yang mengandung pesan
kebajikan jiwa manusia), karya-karya arsitektur seperti istana fatpur Sikri di
Sikri, vila dan masjid-masjid
Pada tahun 1858
M kerajaan Mughal juga mengalami kemerosotan, penyebabnya antara lain:
·
Kemerosotan
moral dan para pejabatnya bermewah-mewahan
·
Pewaris
kerajaan dalam kepemimpinannya sangat lemah dan
·
Kekuatan
mililernya juga lemah.
3. Kerajaan Safawi (Persia)
Safawi adalah
sebuah nama kerajaan Islam di Persia yang memerintah tahun 1501 – 1722, yang
berhasil memajukan dunia Islam kembali dari kemunduran, kendatipun tidak setara
dengan kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Umawiyah di spanyol dan Abbasiyah di
Baghdad, khusus di bidang ilmu pengetahuan. Ia memberi ciri nasionalisme kepada
bangsa Iran dengan identitas baru, yaitu aliran Syi'ah yang menjadi landasan
bagi perkembangan nasionalisme Iran abad modern
Sejarah safawi
bermula dari perjuangan Safi al-Din Ishak al-ardabily (1252 – 1334) pendiri dan
pemimpin tarekat Safawiyah. Dalam dekade 1301 – 1447 M gerakan Safawi bercorak
murni keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarananya. Jumlah pengikutnya
semakin besar. Karena tidak mencampuri politik, gerakannya dapat berjalan
dengan aman baik pada masa kekuasaan Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur
Lenk.
Dalam dekade
1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan
sanusiyah di Afrika Utara. Mahdiyah di Sudan dan Maturidiyah serta
Naksyabandiyah di Rusia. Sebagai gerakan politik dimulai di bawah pimpinan
Junaid ibnu Ali. Akibatnya, Safawi mulai terlibat konflik-konflik dengan
kekuatan-kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik
politik dengan kerajaan-kerajaan Koyonlo (domba hitam) yang bermazhab syi'ah
dan dengan kerajaan ak-Koyonlo (domba putih) yang bermazhab Sunni di bawah
kekuasaan Imperium Usmani. Karena kegiatan politiknya, Junaid mendapat tekanan
berta dari Raja Kara Koyonlo di daerah Ardabil, sehingga ia terpaksa
meninggalkan daerah tersebut dan meminta suaka politik dengan raja Ak-Koyonlo.
Di antara kegiatan politik yang penting dilakukan Safawi dalam dekade ini
adalah penyerangan militer guna mendapat wilayah untuk dijadikan sebagai basis
gerakan dan mengadakan aliansi politik dengan Raja Ak-Koyonlo, Uzun Hasan.
Walaupun sampai pada masa pimpinan Haidar Ibnu unaid, Safawi belum dapat
mewujudkan cita-citanya, namun ia sempat memberikan suatu atribut kepada para
pendukungnya dengan serba merah yang ebrumbai dua belas, sehingga mereka
terkenal dengan sebutan Qizilbas (Kepala Merah). Rumbai dua belas yang
melambang Syi'ah Isna 'Asyariyah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar
dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para pengikut Syi'ah dengan
pemimpinnya. Puncak gerakan Safawi terjadi pada masa pimpinan Ismail Ibnu
Haidar, adik dari Ali Ibnu Haidar. Ia beruasaha memanfaatkan kedudukannya
sebagai Mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya. Secara
sembunyi-sembunyi ia menjalin hubungan yang erat dengan seluruh pengikutnya.
Dalam waktu
kurang lebih lima tahun, ia berhasil menghimpun kekuatan yang cukup besar.
Setelah berhasil menaklukan Syirwan, ia bergerak menuju Ak-Koyonlo. Dalam suatu
peperangan yang sengit di Sharur dekat Nackhchiwan tahun 1501 ia berhasil
memenangkan peperangan dengan gemilang, sehingga pada tahun itu juga ia
memasuki kota Tebrez seraya memproklamasikan berdirinya kerajaan Safawi dengan
ia sendiri sebagai Syahnya yang pertama dan menetapkan Syi'ah Dua Belas sebagai
agama resmi kerajaan Safawi. Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai
kerajaan dan ditetapkan pula Syi'ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah
Persia dari pengaruh dari kerajaan Usmani dan kekuatan asing lainnya.
Kemajuan
kerajaan safawi sudah dimulai sejak Syah Abbas yang Agung (1587 – 1629), Syah
kelima dari kerajaan Safawi, baik di bidang politik, militer maupun ekonomi dan
pembangunan, kecuali di bidang sains, teknologi, hukum dan filsafat yang kurang
maju. Menjelang kehancurannya, kerajaan Safawi secara formal diperintah oleh
empat orang Syah, yaitu Syah dari Safi Mirza (1629 – 1667 M), Syah Sulaiman
(1667 – 1694 M), Syah Husain (1694 – 1722 M) sebagai raja terakhir. Dari
keempat raja tersebut yang berhasil menahan kemerosotan kerajaan hanya Syah
Abbas II, sedangkan ketiga Syah lainnya tidak berdaya.
Suatu ajaran
agama yang dipegang secara fanatic biasanya kerap kali menimbulkan keinginan
untuk berkuasa. Keinginan memasuki dunia politik ini mendapat kesempatana pada
masa kepemimpinana Juneid (1447-1460). Dinasti Safawi memperluas geraknya
dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Hal ini
menimbulkan konflik antara Juneid dengan penguasa Kara Koyunlu (dimba hitam).
Dalam konflik tersebut, Juneid kalah dan diasingkan kesuatu tempat. Selama
pengasingan, Juneid menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi dengan Uzun
Hasan. Pada 1459 M, ia berusaha merebut Ardabil,tetapi gagal. Pada 1460 M, ia
berusaha merebut Sircassia tetapi gagal dan terbunuh.
Haidar adalah
anak Juneid yang resmi menggantikannya pada tahun 1470 M yang kemudian menikah
dengan slah satu putrid Uzur Hasan. Dari pernikahan inilah akan lahir Ismail
yang kelak akan menjadi pendiri Kerajaan safawi di Persia.
Kemenangan AK
Koyunlu membuat gerakan militer Safawi yang dipimpin Haidar sebagai rival
politik dalam meraih kekuasaan selanjutnya, padahal AK Koyunlu adalah sekutu
Safawi. AK Koyunlu berusaha melenyapkan kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti
Safawi. Ali, putra dan pengganti Haidar didesak untuk membalas kematian ayahnya
terhadap AK Koyunlu,tetapi pemimpin AK Koyunlu dapat menangkap Ali, Ibrahim dan
Ismail di Fars. Mereka dibebaskan dengan syarat membantu Rustam untuk memerangi
saudara sepupunya, tetapi kemudian Rustam berkhianat dan membubuh Ali.
Kepemimpinan
Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail. Selama lima tahun di Gilan, Ismail
mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya yang
kemudian bersatu membentuk pasukan QIZILBASH (baret merah). Pada 1501 M pasukan
Qizilbash menyerang dan mengalahkan AK Koyunlu dan terus berusaha memasuki dan
menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil mendudukinya. Disinilah
Ismail memproklamirkan diri sebagai raja pertama dinasti Safawi yang kemudian
disebut Ismail I. Ia berkuasa selama 23 tahun (1501-1524 M). Dalam waktu
sepuluh tahun ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya. Hanya dalam masa
sepuluh tahun wilayah kekuasaannya sudah meliputi Persia dan bagian timur Bulan
Sabit Subur. Ambisi politik mendorongnya untuk mengembangkan sayap menguasai
daerah-daerah lainnya bahkan ke Turki Usmani. Ismail mengahadapi musuh yang
kuat dan membenci golongan Syi’ah. Peperangan antara Safawi dan Turki Usmani
terjadi pada 1514 M di Chaldiran dekat Tabriz yang menyebabakan Safawi
mengalami kekalahan sehinnga Tabriz dapat dikuasai oleh Turki Usmani.
Kekalahan
tersebut meruntuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri Ismail sehingga ia lebih
senang menyendiri, berburu dan hura-hura. Hal ini mengakibatkan terjadinya
persaingan segitiga antara suku-suku Turki, pejabat-pejabat keturunan Persia,
dan Qizilbash untuk merebut pengaruh dalam memimpin Safawi.
Keadaan ini baru dapat diatasi
setelah Safawi dipimpin oleh Raja Abbas I yang memerintah dari tahun 1588-1628
M. Langkah-langkah yang ditempuh oleh Abbas I dalam memulihkan kerajaan Safawi
adalah dengan cara :
Ñ Menghilangkan
dominasi pasukan Qizilbash atas kerajaan Safawi dengan membentuk pasukan baru
yang beranggotakan budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia,
Armenia, dan sircassia.
Ñ Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan cara Abbas I berjanji tidak akan
menghina tiga khalifah pertama dalam Islam ( Abu Bakar, Umar, Usman ) dalam
khotbah Jumatnya.
Usaha-usaha
tersebut berhasil membuat Safawi kembali kuat. Abbas I kemudian memusatkan perhatiannya
untuk merebut kembali daerah kekuasaan yang hilang. Pada masa kekuasaan abbas I
merupakan masa kejayaan dinasti Safawi. Kemajuan-kemajuan yang berhasil dicapai
antara lain :
Secara politik
ia mampu mengatasi kemelut didalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan
berhasil merebut wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada
masa sebelumnya.
Dalam bidang
ekonomi terjadi perkembangan ekonomi yang pesat setelah kepulauan Hurmuz
dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Hal ini dikarenakan
Bandar ini merupakan salah satu jalur dagang antaraTimur dan Barat. Selain itu
Safawi juga mengalami kemajuan sector pertanian terutama didaerah Bulan sabit
subur (fortile crescent).
Dalam bidang
ilmu pengetahuan. Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan
berjasa dam mengembangkan ilmu pengetahuan. Beberapa ilmuwan yang hadir di
majlis istana antara lain, Baha al-Din (generalis iptek), Muhammad Baqir ibn
Muhammad Damad (teolog,filosof,observatory kehidupan laba-laba). Dalam bidang
ilmu pengetahuan, Safawi lebih mengalami kemajuan dari pada kerajaan Mughal dan
Turki Usmani.
Dalam bidang
Pembangunan Fisik dan Seni. Para penguasa kerajaan menjadikan Isfahan menjadi
kota yang sangat indah. Disana terdapat bangunan-bangunan besar dan indah
seperti masjid, rumah sakit, sekolah, jembatan rakasasa di atas Zende Rudd an
istana Chilil Sutun. Dalam hal seni, terdapat dalam kemajuan pada arsitektur
bangunan yang terlihat pada mesjid Shah yang dibangun pada 1611 M dan mesjid Lutf
Allah yang dibangunpada 1603 M. Terlihat pula adanya peninggalan berbentuk
kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode,
tembikar, dll.seni lukis mulai dirintis pada masa raja Tahmasp I.
Demikiankah
bentuk-bentuk kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi hingga kemudian berangsur
mengalami kemunduran. Kemajuan yang dicapai Safawi menjadikannya sebagai slah
satu kerajaan besar yang disegani lawan politik dan militernya. Kerajaan ini
juga telah memberikan kontribusinya dalam mengisi peradaban Islam melalui
kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonmi, peninggalan seni, dan gedung bersejarah.
Kemunduran
dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal
Abbas I, Safawi diperintah oleh enam raja berturut-turut tetapi tidak
menunjukkan adanya kenaikan yang berarti tetapi menunjukkan kemunduran yang
membawa pada kehancuran. Safi Mirza adalah cucu Abbas I yang merupakan pemimpin
yang lemah dan sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Abbas II
adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga jatuh sakit dan meninggal.
Sulaiman juga seorang pemabuk.dan bersikap kejam terhadap pembesar yang
dicurigainya. Sehingga rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Shah
Husein yang menggantikannya memberi kekuasaan yang besar terhadap para ulama
Syi’ah untuk memaksakan kehendak terhadap ulama Sunni sehingga menimbulkan
kemarahan golongan Sunni Afghanistan sehingga memberontak dan berhasil
menghancurkan kekuasaan dinasti Safawi.
Sebab-sebab
kemunduran Safawi antara lain :
·
Konflik
panjang dengan kerajaan Turki Usmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab
antara kedua kerajaan.
·
Adanya
dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Safawi.
·
Pasukam
Ghulam yang dibentuk abbas I tidak memiliki semangat perang seperti Qilzibash
yang dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlati dan tidak
melalui proses pendidikan rohani.
·
Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana.
B. Perkembangan di Bidang Politik,
Sosial-Ekonomi, Kebudayaan, dan Pendidikan
Sesungguhnya
Eropa banyak berhutang budi pada Islam karena banyak sekali peradaban Islam
yang mempengaruhi Eropa, seperti dari spanyol, perang salib dan sisilia.
Spanyol sendiri merupakan tempat yang paling utam bagi Eropa dalam menyerap
ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, baik dalam bentuk politik, sosial,
ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Beberpa perkembangan Islam antara lain
sebagai berikut.
·
Bidang politik
Terjadi balance
of power karena di bagian barat terjadi permusuhan antara bani Umayyah II di
Andalusia dengan kekaisaran karoling di Perancis, sedangkan di bagian timur
terjadi perseteruan antara bani Abbasyah dengan kekaisaran Byzantium timur di
semenanjung Balkan. Bani Abbasyah juga bermusuhan dengan Bani Umayyah II dalam
perebutan kekuasaan pada tahun 750 M. Kekaisaran Karoling bermusuhan dengan
kekaisaran Byzanium timur dalam memperebutkan Italia. Oleh karena itu
terjadilah persekutuan antara Bani Abbasyah dengan kekaisaran Karoling,
sddangkan bani Umayyah II bersekutu dengan Byzantium Timur. Persekutuan baru
berakhir setelah terjadi perang salib (1096-1291)
·
Bidang Sosial
Ekonomi
Islam telah
menguasai Andalusia pada tahun 711 M dan Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Keadaan ini mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan Eropa. Islam berarti
telah menguasai daerah timur tengah yang ketika itu menjadi jalur dagan dari
Asia ke Eropa. Saat itu perdagangan ditentukan oleh negara-negara Islam. Hal
ini menyebabkan mereka menemukan Asia dan Amerika
·
Bidang
Kebudayaan
Melalui bangsa
Arab (Islam), Eropa dapat memahami ilmu pengetahuan kuno seperti dari Yunani
dan Babilonia. Tokoh tokoh yang mempengaruhi ilmu pengetahuan dan kebudayaan
saat itu antara lain sebagai berikut.
a. Al Farabi (780-863M)
Al Farabi
mendapat gelar guru kedua (Aristoteles digelari guru pertama). Al Farabi
mengarang buku, mengumpulkan dan menerjemahkan buku-buku karya aristoteles
b. Ibnu Rusyd (1120-1198)
Ibnu Rusyd
memiliki peran yang sangat besar sekali pengaruhnya di Eropa sehingga
menimbulkan gerakan Averoisme (di Eropa Ibnu Rusyd dipanggil Averoes) yang
menuntut kebebasan berfikir. Berawal dari Averoisme inilah lahir roformasi pada
abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M di Eropa. Buku-buku karangan
Ibnu Rusyd kini hanya ada salinannya dalam bahasa latin dan banyak dijumpai di
perpustakaan-perpustakaan Eropa dan Amerika. Karya beliau dikenal dengan
Bidayatul Mujtahid dan Tahafutut Tahaful.
c. Ibnu Sina (980-1060 M)
Di Eropa, Ibnu
Sina dikenal dengan nama Avicena. Beliau adalah seorang dokter di kota Hamazan
Persia, penulis buku-buku kedokteran dan peneliti berbagai penyakit. Beliau
juga seorang filsuf yang terkenal dengan idenya mengenai paham serba wujud atau
wahdatul wujud. Ibnu Sina juga merupakan ahli fisika dan ilmu jiwa. Karyanya
yang terkenal dan penting dalam dunia kedokteran yaitu Al Qanun fi At Tibb yang
menjadi suatu rujukan ilmu kedokteran.
d.
Fuzuli
Dengan karyanya
yang berjudul Shikeyetname atau pengasuan. Ia tinggal di Irak dan wafat tahun
1556.
e.
Jalaluddin Ar Rumi yang mendapat
gelar Maulana atau tuan kami
Dengan karyanya
Diwan Syams-I Tabriz yaitu kumpulan puisi yang terdiri dari 33.000 bait dan
Masnawi yang terdiri dari 26.660 dan dibuat dalam waktu 10 tahun. Ia lahir di
Afganistan tahun 1207 M dan wafat di Turki tahun 1273 M
f.
Sa’adi Syiraj
Yaitu sastrawan
dari Persia dengan karyanya yang berjudul Bustan atau kebun buah dan Gulistan
yang berisi tentang kata-kata mutiara, kisah-kisah, nasehat-nasehat, renungan
dan humor.
g. Fariduddin Al Attar
Dengan karyanya
Mantiq At Tair atau musyawarah bunga, Tadzkiratul Auliya dan Pend Namah atau
kitab nasihat.
h. Hamzah
Fansuri, Nuruddin Ar Raniri dan Syamsudin Pasai, sunan kalijaga, sunan Bonang
dan Kiageng Selo. Karya-karya mereka berisi tentang nasehat-nasehat agama
·
Bidang Pendidikan
Banyak pemuda
Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seprti Cordoba,
Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Selama belajar di
universitas-universitas tersebut, mereka aktif menterjemahkan buku-buku karya
ilmuwan muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah mereka pulang ke
negerinya, mereka mendirikan seklah dan universitas yang sama. Universitas yang
pertama kali berada di Eropa ialah Universitas Paris yang didirikan pada tahun
1213 M dan pada akhir zaman pertengahan di Eropa baru berdiri 18 universitas.
Pada universitas tersebut diajarkan ilmu-ilmu yang mereka peroleh dari
universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan ilmu filsafat
Banyak gambaran
berkembangnya Eropa pada saat berada dalam kekuasaan Islam, baik dalm bidang
ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, ekonomi maupun politik. Hal-hal
tersebut antara lain sebagai berikut.
·
Seorang
sarjana Eropa, petrus Alfonsi (1062 M) belajar ilmu kedokteran pada salah satu
fakultas kedokteran di Spanyol dan ketika kembali ke negerinya Inggris ia
diangkat menjadi dokter pribadi oleh Raja Henry I (1120 M). Selain menjadi
dokter, ia bekerja sama dengan Walcher menyusun mata pelajaran ilmu falak
berdasarkan pengetahuan sarjan dan ilmuwan muslim yang didapatnya dari spanyol.
Demikin juga dengan Adelard of Bath (1079-1192 M) yang pernah belajar pula di
Toledo dan setelah ia kembali ke Inggris, ia pun menjadi seorang sarjan yang
termasyhur di negaranya
·
Cordoba
mempunyai perpustakaan yang berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu
pengetahuan
·
Seorang
pendeta kristen Roma dari Inggris bernama Roger Bacon (1214-1292 M) mempelajari
bahasa Arab di Paris (1240-1268 M). Melalui kemampuan bahasa Arab dan bahasa
latin yang dimilikinya, ia dapat membaca nasakah asli dan menterjemahkannya ke
dalam berbagai ilmu pengetahuan, terutama ilmu pasti. Buku-buku asli dan
terjemahan tersebut dibawanya ke Universitas Oxford Inggris. Sayangnya,
penerjemahan tersebut di akui sebagai karyanya tanpa menyebut pengarang
aslinya. Diantara bukuyang diterjemahkan antara lain adalah Al Manzir karya Ali
Al Hasan Ibnu Haitam (965-1038 M). Dalam buku itu terdapat teori tentang
mikroskop dan mesiu yang banyak dikatakan sebagai hasil karya Roger Bacon.
·
Seorang
sarjana berkebangsaan Perancis bernama Gerbert d’Aurignac (940-1003 M) dan
pengikutnya, Gerard de Cremona (1114-1187 M) yang lahir di Cremona, Lombardea,
Italia Utara, pernah tinggal di Toledo, Spanyol. Dengan bantuan sarjana muslim
disana , ia berhasil menerjemahkan lebih kurang 92 buah buku ilmiah Islam ke
dalam bahasa latin. Di antara karya tersebut adalah Al Amar karya Abu Bakar
Muhammad ibnu Zakaria Ar Razi (866-926 M) dan sebuah buku kedokteran karangan
Qodim Az Zahrawi serta buku Abu Muhammad Al baitar berisi tentang tumbuhan.
Sarjana-sarjana muslim tersebut mengajarkan penduduk non muslim tanpa
membeda-bedakan agama yang mereka anut
·
Apabila
kerajaan-kerajaan non muslim mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam, maka yang
terjadi adalah pembumihangusan kebudayaan Islam dan pembantaian kaum muslim.
Akan tetapi, apabila kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai kerajaan non
muslim, maka penduduk negeri tersebut diperlakukan dengan baik. Agama dan
kebudayaan merekapun tidak terganggu
·
Banyak
sarjana-sarjana muslim yang berjasa karena telah meneliti dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, bahkan karya mereka diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa
meskipun ironisnya diakui sebagai karya mereka sendiri.
Akibat atau
pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini menimbulkan kajian
filsafat Yunani di Eropa secara besar-besaran dan akhirnya menimbulkan gerakan
kebangkitan atau renaissans pada abad ke-14. berkembangnya pemikiran yunani ini
melalui karya-karya terjemahan berbahasa arab yang kemudian diterjemahkan
kembali ke dalam bahasa latin. Disamping itu, Islam juga membidani gerakan
reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan aufklarung
atau pencerahan pada abad ke-18 M.
Nasib kaum
muslim di Spanyol sepeninggal Abu Abdullah Muhammad dihadapakan pada beberapa
pilihan antara lain masuk ke dalam kristen atau meninggalkan spanyol.
Bangunan-bangunan bersejarah yang dibangun oleh Islam diruntuhkan dan ribuan
muslim mati terbunuh secara tragis. Pada tahun 1609 M, Philip III mengeluarkan
undang-undang yang berisi pengusiran muslim secara pakasa dari spanyol. Dengan
demikian, lenyaplah Islam dari bumi Andalusia, khusunya Cordoba yang menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di barat sehingga hanya menjadi kenangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar